Senin, 03 Oktober 2011

Reverensi Novel-Novel

Nama               : Reni                                                   Jurusan            : PBSI_NR VI         
Nim                 : 208013000019

BUNGA ROOS DARI CIKEMBANG
Kesetiaan Nyai dengan Tuannya Berakhir Kemalangan.
            Pada zaman kolonial banyak nyai yang memperlihatkan kesetiaannya pada tuannya, seperti halnya dengan nyai Marsiti dalam novel Bunga Roos dari Cikembang. Terlihat bahwa perjuangan nyai bersama tuannya tidaklah sesuai dengan yang diharapkannya, karena perbedaan status nyai dan tuannya menjadi perkara dalam cerita ini. Tidak heran pada saat itu banyak tuannya yang terpaksa meninggalkan nyai ny karena status yang ada dan pertentangan dari orang tua menjadi penyebab terutama juga dalam cerita ini yang diceritakan oleh KTH.
Nyai Marsiti begitu mencintai tuannya Aj Yjeng dengan setulus hatinya (305), tetapi ketika ayah dari Ay Yjeng mengatakan bahwa Ay Yjeng akan dinikahi dengan Gwat Nio. Marsiti menerimanya dengan sangat baik keputusan dari Pin lo. Tidak lah tega sebenarnya Aj Yjeng melepaskan Marsiti, tetapi Pin Lo mengatakan ada sepulu kali lebih berharga dari kau punya nyai (314).
Pin Lo begitu memandang rendah tentang nyai dan begitu gampang nya bila disuruh-suruh. Mereka berdua sangatlah berat untuk berpisah, tetapi memang inilah jalan yang sebenarnya di alami oleh nyai-nyai pada zaman itu. Marsiti pergi dengan meninggalkan surat untuk Aj Yjeng (333).
Beberapa lama tak ada kabar dari Marsiti, Aj Yjeng pun menerima untuk dinikahkan dengan Gwat Nio dan mempunyai seorang anak perempuan Lily. Karena kesukaan ny pada hal-hal yang sedih pada dewasa hendak menikah Lily pun meninggal. Bian koen kekasihnya merasa putus asa dan pergi ke suatu tempat hingga bertemu dengan Roos, Roosminah adalah anak dari Marsiti yang tidak diketahui oleh Aj Yjeng dan istrinya. Kepergian marsiti pada saat itu sedang mengandung anak dari Aj Yjeng, dan marsiti selama ini hidup bersama Tirta.
Marsiti adalah anak dari Aminah, nyai Liok Keng Djim yang ditinggalkan ny karena merasa pada saat itu nyai tidak pantas untuk tuannya. Dan liok Keng Djim mempunyai anak dari istrinya, anak yang bernama Gwat Nio yang menikah dengan Aj Yjeng, maka ada kemiripan dari Marsiti dengan Gwat nio, seperti halnya dengan Lily dengan Roosminah.
Maka terbuktilah dari sedikit cerita yang di ceritakan oleh KTH membuktikan bahwa pada saat itu nyai-nyai mengalami kemalangan karena tidak bisa selama nya bersama tuannya. Karena status sosial dan perbedaan adat yang harus diterima oleh nyai-nyai pada saat itu.
Tetapi salah satu tujuan KTH pada saat itu menulis cerita ini untuk mengangkat derajat nyai-nyai. Karena nyai-nyai pada saat itu di pandang jelek oleh masyarakat luar, tidak lah hampir semua nyai seperti itu. Seperti nyai Marsiti yang begitu amat mulia hatinya menerima semua keadaan yang ada yang terjadi pada dirinya.
Namun yang diceritakan oleh KTH ini nyai-nyai di sini memang mengalami kemalangan bersama tuannya, akan tetapi di balik semua ini nama nyai-nyai terangkat dengan adanya tokoh nyai Marsiti.










BELENGGU
Pengaruh Novel Belenggu secara Psikologi terhadap Masyarakat
            Novel ini mengandung banyak konflik dalam kehidupan rumah tangga, seperti pada halnya Hartono seorang dokter yang selalu di sebukkan dengan pasiennya, sehingga tidak mempunyai waktu di rumah bersama Tini istrinya. Tini pun mempunyai kesibukan sendiri juga karena merasa kesepian di rumah.
Terlihat jelas konflik seperti ini terkadang memang sering terjadi dalam kehidupan keluarga, karena awalnya mereka menikah tidak saling mencintai antara suami dan istri, maka keluarga tersebut tidak harmonis dan bahkan bisa terjadi perceraian.
Hal ini yang pada dasarnya mempengaruhi kepada masyarakat akan hal seperti itu, membangun rumah tangga tanpa adanya cinta atau tidak di dasarkan oleh rasa cinta antara suami dan istri maka akan berakhir dengan perceraian.
Sukartono dengan Tini memecahkan masalah nya sendiri-sendiri, salah paham dan sukar bertengkar (hal. 34-35).  Tono menikah dengan tini karena kecantikan tini yang memancar pada saat itu Tini menjadi rebutan dari pemuda-pemuda di sana, tetapi Tono lah yang mendapatkannya, Tini menerima di nikahkan dengan Tono hanya karna membantu saja. Tono tidak benar-benar merasakan cinta dari istrinya selayaknya sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia, sifat yang dia inginkan justru ia rasakan di perempuan lain. Tini mempunyai masa lalu yang kelam sebelum menikah dengan Tono, gagal menjali hubungan sehingga Tini menerima Tono menjadi suaminya. Yah mempunyai masa lalu yang kelam juga akibat perceraiannya tetapi tidak seberuntung dengan Tini, Yah mempunyai pekerjaan sampingan menjadi seorang pelacur.
Setelah menikah Tini merasa hanya penunggu telepon saja di rumah untuk suami nya, Tini pun merasa kesepian saat Tono hendak mendatangi pasien-pasien nya. Tini pun mencari kesibukan sendiri dengan keluar, sehingga terjadi pertentangan bahwa perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa di dampingi oleh suami ny, Tini membantahnya dengan keras.
Pada saat itu Tono sudah berhubungan dengan Yah kawan kecil nya dulu yang menyamar sebagai pasien nya Tono, kemudian mereka menjalin hubungan tanpa di ketahuinya oleh Tini. Tono merasa Yah lebih lembut, feminim, penuh perhatian, penurut dan pintar merawat Tono, sehingga perhatian Tono tidak lah ke Tini lagi, sosok istri yang ideal yang didambakan oleh seorang Tono yang di dapatkannya Tini. Namun dibalik semua itu Yah mempunyai sisi buruk bahwa dulu nya Yah seorang pelacur.
Tini pun pada akhirnya mengetahui hubungan mereka berdua dan hendak mendatangi Yah, tetapi ketika bertemu dengan Yah, Tini melihat Yah sosok yang baik dan Tini pun merasa malu kepada Yah dan hendak pergi. Kepergiannya tidak lah hanya di situ saja, Tini merasa tidak bisa meneruskan kehidupannya bersama Tono, Tini pun bercerai dengan Tono dan pulang ke kampungnya menjadi pengurus anak-anak yatim. Sepeninggalan Tini, Yah pun meninggalkan Tono juga dan berangkat ke Caledonia untuk selama-lamanya.
Di akhir cerita ini Tono tidak mendapat kan apa-apa dari kedua sosok perempuan itu, ia tidak bisa terus bersama Tini dan tidak bisa menjalankan hubungannya lagi dengan Yah.
Hal seperti itulah yang banyak dihindarkan oleh masyarakat, istilah kawin paksa, kawin karena dijodohkan dan kawin tanpa dasar cinta, karena perkawinan tanpa dasar cinta akan membentuk keluarga yang tidak harmonis dan tidak bahagia seperti halnya Tono yang akhirnya selingkuh dengan Yah sosok perempuan yang lembut dan pandai merayu Tono, sifat-sifat Yah yang tidak dimiliki oleh Tini.
Armijn Pane membuat novel ini sebagai jawaban dari novel Layar terkembang, bahwa tidak harus ada tokoh yang dimatikan untuk kebahagian yang lain. Dibuktikan bahwa dalam cinta segitiga ini pada akhirnya Tono sendiri, Tini dan Yah pergi meninggalkan.




Kehilangan Mestika
Psikologi mendalam tokoh Hamidah
Hamidah adalah tokoh utama di roman kehilangan Mestika yang mengalami kesedihan berturut-turut, dan mempunyai ketegaran yang amat kuat dalam jatuh bangun kehidupan yang ia jalankan berasama orang yang di sayanginya. Psikologi mendalam yang ia alamai berawal dari kehilangan ibu nya pada waktu kecil (hal.3). Kemudian setelah dewasa Hamidah meninggalkan kampung halamannya di Muntok untuk sekolah di Padang Panjang. Empat tahun sudah hamidah di Padang Panjang dan hendak meninggalkan Padang Panjang bersama Aminah ke Palembang (hal.4), setelah itu kembali lah Hamidah ke Muntok dan ikut bersama saudaranya ke Pangkal Pinang, ditengah perjalannya Hamidah bertemu dengan Ridhan kawan kecilnya dulu (hal.11). namun kedekatan mereka berdua tidak disetujui nya oleh paman Ridhan.
Berpisah lah Hamidah dengan Ridhan, kemudian mendapat kabar bahwa Ridhan sakit keras dan Meninggal setelah di oprasi (hal.33). dengan keadaan sakit rohani dan jasmani Hamidah berusaha bangkit dan bertemu dengan Idrus di kampung halamannya, setelah manjalin hubnungan dengan Idrus, Ayah Hamidah meninggal Dunia karena sakit (hal.49).
Karena permintaan Ayah nya Hamidah pun pergi ke Jakarta tinggal bersama saudaranya, di sana Hamidah hendak di nikahkan dengan Rusli pilihan dari saudaranya karena tidak setuju hubungannya dengan Idrus, dengan sangat terpaksa Hamidah menikah dengan Rusli, karena konfik di keluarganya Hamidah pun bercerai dengan Rusli dan pulang ke Muntok bertemu dengan Idrus yang sedang sakit karena menderita dan menghukum dirinya.
Idrus merasa telah mensia-sia kan cinta suci dari Hamidah dan membiarkannya menikah dengan Rusli, karena telah merasa seperti itu Idrus pun membujang hingga tua menunggu Hamidah, setelah Hamidah datang Idrus merasa senang hendak yang dikatakanya bida meninggal di pangkuan Hamidah.
Dari roman yang diceritakan oelh Hamidah ini atau nama aslinya adalah Fatimah Hasan Delais merupakan cerita pengalaman pribadinya. Hamidah kehilangan orang-orang yang ia kasihi dan sayangi.
Putus asa selalu ia dapatkan setelah kehilangan orang-orang yang ia sayangi, namun Hamidah bangkit kembali walaupun dengan keadaan sakit rohani dan jasmani. Ketegaran nya sangat kuat bisa menjalankan semuanya walau sebenarnya hatinya sangat hancur, terlebih saat kehilangan Idrus, Hamidah merasa tidak ada guna nya hidup yang sedemikian itu.
Tetapi di sini Hamidah ingin mengangkat derajat-derajat wanita pada saat itu di kampung halamannya karena adat yang tidak memboleh kan wanita keluar rumah setelah di jemput oleh calon suaminya.
Fatimah menungkan psikologi mendalamnya dengan cerita roman Kehilangan Mestika ini. Terlihat jelas bahwa yang di alami oleh Hamidah dalam roman ini mengalami psikologi yang begitu mendalam dengan kehilangan orang-orang yang ia sayangi, semua itu berdasarkan pengalaman pribadi Fatimah dengan sedikit imajinasi si pengarangnya.











SALAH ASUAN
Akibat lupa akan bangsa nya sendiri
Dalam novel Salah Asuhan ini, banyak menceritakan tentang kedurhakaan seorang anak pada ibunya. Yang mana pada zaman sekarang ini juga banyak anak yang durhaka pada ibunya. Bahkan sampai-sampai anak tersebut disumpahi oleh ibunya. Disini juga dijelaskan bahwa adanya orang yang melupakan adat istiadatnya sendiri. Sebagaimana kita tahu bahwa remaja saat ini juga bersikap demikian.
Hanafi memang melupakan statusnya sebagai bangsa Melayu atau sebagai orang bumi putera. Perbuatannya itu mengakibatkan ia di jauhi oleh orang-orang yang tidak suka melihat Hanafi seperti itu. Ia pun durhaka terhadap ibunya, harapan Ibunya dengan Hanafi sekolah di sana agar bisa mengangkat derajat bangsa orang Melayu. Tetapi di luar harapan Ibunya, Hanafi bergaya seperti orang kebarat-baratan dan ingin di sebut sebagai orang Eropa.
Namun orang Eropa tidak akan pernah bisa menyebutkan Hanafi sebagai orang Eropa, perbedaan kulit pun menjadi salah satunya Hanafi tidak akan bisa menjadi orang Eropa. Ibunya menginginkan Hanafi sekolah di Jakarta agar kehidupannya lebih terpandang atau bermaksud  agar hanafi dapat merubah kehidupan di keluarganya.
Hanafi mengenal pendidikan sekolah kolonial Belanda, akibatnya Hanafi lebih berpenampilan ke budaya Eropa, namun Hanafi tetaplah orang Melayu. Hanafi berusaha agar bisa masuk ke budaya Eropa mulai dari penampilan, gaya hidup, pola pikir  bahkan Hanafi ingin menikahi Corrie setelah berpisah dengan Rafiah agar bisa di sebut orang Eropa. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Hanafi menikahi Corrie menjadi istrinya.
Sejak menikah mereka diajuhi oleh teman-temannya, mereka menganggap bahwa pernikahan tersebut tidak sederajat.
Setelah menikah dengan Corrie, rumah tangganya tidak lah selalu baik, pertengkaran terkadang terjadi dan mereka berdua di jauhi oleh kawan-kawanya karena sudah melanggar status yang ada.
            Kemudian Corrie di bawa ke Semarang oleh Vann Dammen, setelah itu Hanafi menyusul ke Semarang melihat keadaan Corrie yang sedang sakit kolera. Namun sayang Corrie pun meninggal di Semarang karena penyakitnya itu.
            Kepulangnya ke Minangkabau Ibunya menyarankan agar Hanafi kembali kepada Rafiah, namun ditolaknya karena cinta pertamanya hanya untuk Corrie. Setelah itu Hanafi mengakhiri hidupnya dengan menelan empat butir sublimat yang menyebabkan ia muntah darah, dan pada akhirnya meninggal dunia.
Sifat seperti Hanafi ini ibaratkan istilah kacang lupa akan kulitnya, terlihat jelas dari cerita yang di atas, bahwa Hanafi cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Perbedaan adat istiadat pun menjadi konflik dalam novel Salah Asuan ini.
Janganlah melupakan adat istiadat negeri sendiri, jikalau ada adat istiadat dari bangsa lain, boleh saja kita menerima tapi harus pandai memilih, yaitu pilihlah adat yang layak dan baik kita terima di negeri kita.
Jangan memaksakan suatu pernikahan yang tidak pernah diinginkan oleh pengantin tersebut, karena akhirnya akan saling menyiksa keduanya.








DARI AVE MARIA KE JALAN LAIN KE ROMA
            Memuat kisah-kisah zaman Revolusi, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dibagi secara kronologis menjadi tiga bagian: Jaman Jepang, Corat-Coret di Bawah Tanah, dan Sesudah 17 Agustus 1945.  Dari buku yang tipis ini, kita dapat melihat semacam evolusi Idrus dari gaya romantik ke gaya khas satir tragikomiknya yang belum banyak dianut saat itu.
Idrus memberikan kita gambaran mengenai kehidupan yang terjadi pada saat itu. Ketidakadilan prilaku perbuatan orang Nippon dengan orang Indonesia. Orang Nippon selalu di istimewakan dengan pelayan-pelayan lebih, tidak seperti orang Indonesia yang selalu kesengsaraan  dan kesusahan yang di alaminya. Bisa kita lihat ceritanya di Kata harmoni, Jawa Baru, Pasar Malam Jaman Jepang, Sanyo, Oh.Oh.Oh. Heiho dan Kisah Sebuah Celana Pendek. Hampir semua dari kumpulan cerpen-cerpen Idrus menampilkan itu.
Ave Maria
Menceritakan seseorang perempuan yang mencintai lebih dari satu laki-laki. Zulbahri suami dari Wartini, namun di tengah-tengah keluarga mereka syamsu adik Zulbahri datang mengingatkan akan masa lalu Wartini denganya. Sehingga timbul kembali perasaan diantara mereka.
Funjinkai
kita melihat kehebohan Nyonya Sastra mempersiapkan rapat Fujinkai di kampung A, “repot betul, seperti hendak mengawinkan anaknya.  Pinjam meminjam kursi, panggil memanggil anggota.”  Dengan tajam kita membaca timpalan ejekan dan sinisme dari para peserta rapat, kekonyolan kehebohan sok resmi tanpa juntrungan yang jelas, sampai kemarahan peserta yang harus menghabiskan banyak waktunya mendengarkan omong kosong hapalan hanya untuk kemudian dimintai sumbangan seringgit demi membuat “kuwe-kuwe” untuk prajurit Nippon yang sakit.  “Nyonya Sastra mengapus keringat di keningnya.  Rapat bubar dengan selamat.”  Kita tertawa (getir?) membacanya, mengingat hingga sekarangpun, situasi “rapat” birokratis sepertinya juga tidak banyak berubah.


Sikap seperti ini terus tertuang bahkan setelah Jepang angkat kaki, dalam bagian terakhir, Sesudah 17 Agustus 1945.  Seolah tak peduli dengan revolusi, Idrus membabat habis gambaran heroisme 10 November.  Para pemuda, diibaratkannya sebagai cowboy dan bandit.  Mereka berjalan dengan sombong nya, revolver dan belati di pinggang: “Revolver-revolver guna menembak pencuri-pencuri sapi dan pisau-pisau belati guna perhiasan.

Novelet Surabaya pertama kali diterbitkan oleh Merdeka Press di tahun 1947, dan menimbulkan banyak kontroversi.  Idrus dicap kontrarevolusi karena penggambaran karikatur skeptisnya mengenai pertempuran Surabaya dan revolusi pada umumnya.
 Sesuai dengan sinisme massa yang meragukan janji-janji revolusi dan heroisme di tengah-tengah kemelaratan dan kesengsaraan jaman, bisa jadi Idrus hanya menggambarkan kisah dan keluhan yang kerap saat itu.
Idrus juga lebih banyak memakai kata-kata seperti perumpamaan, pepatah, dan ungkapan-ungkapan agar menarik pembaca. Selain menceritakan tentang jaman Jepang hingga kemerdekaan Idrus juga sedikit menceritakan percintaan pada masa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar